18/06/09

Sekilas Baitul Maal Wattamwil (BMT)


Pengembangkan usaha – usaha ekonomi produktif dapat dengan mendorong kegiatan menabung dan membantu pembiayaan kegiatan usaha ekonomi anggota dan masyarakat lingkungannya. Hal ini yang selalu dilakukan BMT dalam mengembangkan perekonomian Umat.

Baitul Mal Wa Tamwil
A. Pengertian, Dasar Hukum, sejarah dan Tujuan

Pengertian BMT

Baitul maal wattamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu baitul maal dan baitul tamwil. Baitul maal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non-profit, seperti, zakat, infaq dan shadaqoh. Sedangkan baitul tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial. Selanjutnya, Baitul Mal wa Tamwil juga dikenal dengan Balai-usaha Mandiri Terpadu.


Dasar Hukum dan Peraturan Hukum terkait dengan BMT

BMT berazaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta berlandaskan syariah Islam, keimanan, keterpaduan (kaffah), kekeluargaan/koperasi, kebersamaan, kemandirian, dan profesionalisme. Secara Hukum BMT berpayung pada koperasi tetapi sistim operasionalnya tidak jauh berbeda dengan Bank Syari’ah sehingga produk-produk yang berkembang dalam BMT seperti apa yang ada di Bank Syari’ah.

Oleh karena berbadan hukum koperasi, maka BMT harus tunduk pada Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP Nomor 9 tahun 1995 tentang pelaksanaan usaha simpan pinjam oleh koperasi. Juga dipertegas oleh KEP.MEN Nomor 91 tahun 2004 tentang Koperasi Jasa keuangan syari’ah. Undang-undang tersebut sebagai payung berdirinya BMT (Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah). Meskipun sebenarnya tidak terlalu sesuai karena simpan pinjam dalam koperasi khusus diperuntukkan bagi anggota koperasi saja, sedangkan didalam BMT, pembiayaan yang diberikan tidak hanya kepada anggota tetapi juga untuk diluar anggota atau tidak lagi anggota jika pembiayaannya telah selesai.

Sejarah Pendirian BMT

Setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) timbul peluang untuk mendirikan bank-bank yang berprinsip syariah. Operasionalisasi BMI kuramg menjangkau usaha masyarakat kecil dan menengah, maka muncul usaha untuk mendirikan bank dan lembaga keuangan makro, seperti BPR syariah dan BMT.

Oleh karena itu, BMT diharapkan mampu berperan lebih aktif dalam memperbiki kondisi ini. BMT setidaknya mempunyai beberapa peran:
1. Menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi non-syariah.
2. Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil.
3. Melepaskan ketergantungan pada rentenir, masyarakat yang masih tergantung rentenir disebabkan rentenir mampu memenuhi keinginan masyarakat dalam memenuhi dana dengan segera.
4. Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang merata.


BMT mempunyai beberapa komitmen yang harus dijaga supaya konsisten terhadap perannya, komitmen tersebut adalah:
1. Menjaga nilai-nilai syariah dalam operasi BMT.
2. Memperhatikan permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan pembinaan dan pendanaan usaha kecil.
3. Meningkatkan profesionalitas BMT dari waktu ke waktu.
4. Ikut terlibat dalam memelihara kesinambungan usaha masyarakat.


Perkembangan BMT cukup pesat, hingga akhir 2001 PINBUK mendata ada 2938 BMT terdaftar dan 1828 BMT yang melapor kegiatannya.

Tujuan BMT

Sederhananya, BMT bertujuan mewujudkan kehidupan keluarga dan masyarakat disekitar BMT yang selamat, damai dan sejahtera. Selain itu Peran umum BMT yang dilakukan adalah melakukan pembinaan dan pendanaan yang berdasarkan sistem syariah. Peran ini menegaskan arti penting prisip-prinsip syariah dalam kehidupan ekonomi masyarakat.

Kegiatan BMT adalah mengembangkan usaha – usaha ekonomi produktif
dengan mendorong kegiatan menabung dan membantu pembiayaan kegiatan usaha ekonomi anggota dan masyarakat lingkungannya. LKM BMT juga dapat berfungsi sosial dengan menggalang titipan dana sosial untuk kepentingan masyarakat, seperti dana zakat, infaq dan sodaqoh dan mendistribusikannya dengan prinsip pemberdayaan masyarakat sesuai dengan peraturan dan amanahnya.

CIRI UTAMA LKM BMT?

1. Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan ekonomi paling bawah untuk anggota dan lingkungannya.

2. Bukan lembaga sosial tetapi dimanfaatkan untuk mengaktifkan penggunaan dana sumbangan sosial, zakat, infaq dan sadaqah bagi kesejahteraan orang banyak secara berkelanjutan.

3. Ditumbuhkan dari bawah berdasarkan peran partisipasi dari masyarakat sekitar.

4. Milik bersama masyarakat setempat dari lingkungan LKM BMT itu sendiri, bukan miliki orang lain dari luar masyarakat itu.

5. LKM BMT mengadakan kajian rutin pendampingan usaha anggota secara berkala yang waktu dan tempatnya ditentukan (biasanya di balai RW/RT/desa, kantor LKM BMT, rumah anggota, masjid, dsb), biasanya diisi dengan perbincangan bisnis para nasabah LKM BMT, disamping pendampingan mental spiritualnya terutama motive berusaha.

6. Manajemen LKM BMT adalah professional :
- Manajer minimal D3, dilatih pertama kali 2 minggu oleh PINBUK
- Administrasi pembukuan dan prosedur ditata dengan system manajemen keuangan yang rapih dan ilmiah
- Aktif “menjemput bola” beranjangsana dan berprakarsa.


MODAL AWAL PENDIRIAN LKM BMT?

LKM BMT didirikan dengan modal awal sebesar 50 juta rupiah atau lebih. Namun jika terdapat kesulitan dalam mengumpulkan modal awal, dapat dimulai dengan modal 20 juta rupiah.

Modal awal LKM BMT berasal dari beberapa tokoh masyarakat setempat, yayasan, kas kelompok swadaya masyarakat, dana masjid, atau BAZIS setempat. Namun sejak awal anggota pendiri LKM BMT/ harus terdiri antara 20 – 44 yang mereka secara riil memberikan peran partisipasinya sebagai pendiri dan menyerahkan uang Simpanan Pokok Khusus yang besarnya tidak mesti sama antar orang per orangnya.

Pembatasan jumlah 20 – 44 anggota pendiri, diperlukan agar LKM BMT menjadi milik masyarakat setempat dan berkembang dengan berkelanjutan mendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil bawah dan kecil. Diperlukan sejumlah anggota inti yang layak, tidak terlalu sedikit sehingga LKM BMT tidak dimiliki sekelompok kecil orang saja dan juga tidak terlalu banyak, sehingga memudahkan dalam mengambil keputusan.

BAGAIMANA TAHAP PENDIRIAN LKM BMT?

A. Pemrakarsa membentuk Panitia Penyiapan Pendirian LKM BMT (P3B) di lokasi komunitas tertentu : Desa, Kelurahan, Kecamatan, Pasar, Kawasan Transmigrasi, Pesisir, Lingkungan Perusahaan, Pesantren atau lainnya
B. P3B mencari modal awal atau modal perangsang sebesar Rp 50 juta atau minimal Rp 20 juta untuk segera memulai langkah operasional. Modal ini dapat berasal dari perorangan, lembaga, yayasan, BAZIS, Pemda atau sumber lainnya
C. Atau langsung menarik pemodal – pemodal sendiri dari sekitar 20 – 40 orang di kawasan itu untuk mendapatkan dana urunan hingga mencapai 20 – 50 juta (Simpanan Pokok Khusus atau Saham yang nantinya akan diberikan kompensasi pembagian SHU setiap akhir tahun)
D. Jika calon pemodal telah ada maka dipilih calon pengurus yang ramping (3 – 5 orang) yang akan mewakili pendiri dalam mengarahkan kebijakan LKM BMT
E. Merekrut calon pengelola dan mengikutkan pelatihan serta magang dengan menghubungi PINBUK
F. Melaksanakan persiapan sarana kantor dan perangkat administrasi atau form – form yang diperlukan
G. Menjalankan operasional bisnis LKM BMT
B. Produk dan Mekanisme Operasional BMT


Jenis-jenis usaha BMT sebenarnya dimodifikasi dari produk perbankan Islam. Oleh karena itu, usaha BMT dapat dibagi kepada dua bagian utama, yaitu memobilisasi simpanan dari anggota dan usaha pembiayaan. Bentuk dari usaha memobilisasi simpanan dari anggota dan jamaah itu antara lain berupa:
1. Simpanan Mudharabah Biasa
2. Simpanan Mudharabah Pendidikan
3. Simpanan Mudharabah Haji
4. Simpanan Mudharabah Umrah
5. Simpanan Mudharabah Qurban
6. Simpanan Mudharabah Idul Fitri
7. Simpanan Mudharabah Walimah
8. Simpanan Mudharabah Akikah
9. Simpanan Mudharabah Perumahan
10. Simpanan Mudharabah Kunjungan Wisata
11. Titipan zakat, Infaq, shadaqah (ZIS)
12. Produk simpanan lainnya yang dikembangkan sesuai dengan lingkungan dimana BMT itu berada.
Sedangkan jenis usaha pembiayaan BMT lebih diarahkan pada pembiayaan usaha makro, kecil bawah dan baawah. Diantara usaha pembiayaan tersebut adalah:
1. Pembiayaan Mudharabah
2. Pembiayaan Musyarakah
3. Pembiayaan Murabahah
4. Pembiayaan Al Bai; Bithaman Ajil
5. Al-Qardhul Hasan

Usaha-usaha diatas merupakan kegiatan-kegiatan BMT yang berkaitan langsung dengan masalah keuangan. Selain kegiatan-kegiatan keuangan tersebut, BMT juga mengembangkan usaha dibidang sector ril, seperti kios telepon, kios benda pos, memperkenalkan teknologi maju untuk peningkatan produktivitas hasil para nasabah, mendorong tumbuhnya industri rumah tangga atau pengolahan hasil, mempersiapkan jaringan perdagangan atau pemasaran masukan dan hasil produksi, serta usaha lainnya yang layak, menguntungkan dalam jangka panjang dan tidak menganggu program jangka pendek.



Mekanisme Operasional BMT

1. Beberapa pemrakarsa yang mengetahui mengenai BMT menyampaikan dan menjelaskan ide atau gagasan itu kepada rekan-rekannya termasuk apa itu BMT, visi, misi tujuan dan usaha-usahanya. Sehingga para pemrakarsa dapat bertambah.
2. Dengan berbekal modal awal, pengelola membuka kantor dan menjalankan BMT, dengan giat menggalakkan simpanan masyarakat dan memberikan pembiayaan pada usaha mikro dan kecil disekitarnya.
3. Pembiayaan dengan menggunakan bagi hasil sesuai dengan akad. Dari bagi hasil ini, pengelola membayar honor semampunya (bertahap dan membesar), sewa kantor, listrik ATK, dll.
4. Yang paling penting adalah bahwa, dari bagi hasil ini pengelola membayar pula bagi hasil kepada penyimpan dana, diusahakan lebih besar sedikit dibandingan dengan bunga pada bank konvensional.
5. Dengan memberikan bagi hasil kepada para penabung dan penjelasan yang tepat tentang visi, misi, tujuan dan usaha-usaha BMT, kekayaan BMT akan semakin bertambah diimbangi dengan pembiayaan pada usaha mikro dan kecil semakin banyak dan lancar. BMT akan semakin maju dan berkembang.

C. Mekanisme Operasional Koperasi Syariah
Pada prinsipnya, operasional Koperasi Syariah tidak berbeda dengan BMT (Baitul Maal Wattamwil), Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS), dan BPR Syariah, hanya sekalanya saja yang berbeda. Di Koperasi Syariah ini justru dapat lebih luas lagi pengembangannya terutama dalam mempraktekan akad-akad muamalat yang sulit dipraktekan di Perbankan Syariah karena adanya keterbatasan PBI (Peraturan Bank Indonesia).

D. Perkembangan Dan Pertumbuhan BMT di Indonesia
Menurut Aries Mufti selaku ketua ABSINDO (Asosiasi BMT Seluruh Indonesia) dan MES, “DI Indonesia walaupun belum ada Undang-Undang tentang Lembaga Keuangan Mikro, masyarakat telah mengembangkan sendiri lembaga keuangan mikro yang berbentuk koperasi syariah, Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), dan dalam bentuk yang lain. Kehadiran BMT sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah merupakan lembaga pelengkap dari beroperasinya system perbankan syariah. Tumbuhnya BMT di Indonesia juga merupakan tuntutan dari masyarakat muslim yang menginginkan bermuamalah secara syariah untuk menghindari bermuamalah secara ribawi.”

Dari seluruh fase-fase pengembangan, BMT sangat membutuhkan penguatan nilai-nilai ruhiyah sumber daya insaninya. Sehingga BMT akan berkembang secara berkelanjutan dan akan selalu berada dalam pengawasan malaikat yang tertanam dalam setiap hati pengelola dan pengurusnya. Jika mungkin, bahkan dari dalam lubuk hati setiap anggotanya.

Dewasa ini telah tersebar lebih dari 3000 BMT diseluruh Nusantara, memiliki asset lebih dari 1 triliun, dengan jumlah pengelola lebih dari 30.000 orang, hampir setengahnya S1 dan wanita. Melayani lebih dari 2 juta penabung dan memberi pinjaman lebih dari 1.5 juta pengusaha mikro dan kecil. Terbukti bahwa BMT mampu berkembang berlandaskan pada swadaya para pemerakarsa pendiri dan masyarakat itu lokal sendiri, dengan modal awal yang tidak begitu besar ketimbang mendirikan BPR (Bank Perkreditan Rakyat).

E. Dampak Perkembangan dan Pertumbuhan BMT/Koperasi syariah Bagi Perekonomian Umat

Pembiayaan kepada pengusaha mikro selama ini selalu terkendala permasalahan outstanding pembiayaan yang kecil yang karena itu biaya operasional pembiayaan menjadi tinggi membuat pihak perbankan enggan memberikan pembiayaan.

Kendala lainnya persyaratan perbankan, bankable atau yang secara teknis mengharuskan adanya jaminan liquid dll yang tidak dimiliki oleh sector UMK. Adanya keinginan yang kuat untuk mengatasi kendala-kendala diatas itulah yang menginspirasi kehadiran BMT.
Bila dibandingkan dengan kekuatan lembaga keuangan mikro lain dalam hal besaran pembiayaan atau kredit, kekuatan BMT memang belum seberapa, dari total pembiayaan yang disalurkan kepda UMK.

Namun jika ditinjau dari segi jumlah penerima manfaat, maka kita dapat melihat jumlah yang dilayani oleh BMT jauh lebih banyak, dan yang lebih menarik lagi jumlah pembiayaan tiap unit usahapun lebih kecil, sehingga dapatlah disimpulkan bahwa pembiayaan pada BMT lebih mampu untuk menyentuh pengusaha mikro sebagai unit usaha terkecil, akan tetapi memiliki jumlah unit usaha paling besar di Indonesia.

F. Prospek, Kendala dan Strtegi pengembangannya.

Prospek BMT sangat bagus, meski sama-sama menjalankan fungsi sebagai intermediasi dan masa pertumbuhan yang berbarengan, produk yang ditawarkan BMT lebih inovatif dan variatif disbanding Bank Syariah.

Direktur KBC (Karim Business Consulting) Adiwarman Karim pada Penguatan SDM pada praktisi BMT mengatakan. Akad murabahah BMT jauh lebih rumit dibanding yang dipraktikkan Bank Syariah. Karena di BMT banyak membiayai pedagang kelontong dengan puluhan item barang. Dari sisi asset, BMT memang masih kecil. Karena itu pembiayaanyapun membidik usaha mikro dan kecil. Namun dia yakin BMT akan memberikan kontribusi yang besar dalam pengembangan perekonomian syariah karena jumlahnya besar dan lokasinya pun tersebar hingga kedaerah terpencil.

Untuk itu Adi menghimbau sebuah komite pengembangan BMT yang terdiri dari praktisi BMT. Tugasnya mengembangkan produk BMT serta standar akuntansi dan legal formal transaksi BMT.

Menurut M. Burhan, pengurus BMT Safinah di Klaten, BMT belum dikawal dengan DPS yang mumpuni. Tak heran beberapa praktik BMT akhirnya tidak sesuai syariah akibat ketidaktahuan pengurus dan lemahnya peran DPS.

Dalam perkembangan BMT tentunya tidak lepas dari berbagai kendala. Adapun kendala-kendala tersebut diantaranya:
1. Akumulasi kebutuhan dana masyarakat belum bisa dipenuhi BMT.
2. Adanya rentenir yang memberikan dana yang memadai dan pelayanan yang baik dibanding BMT.
3. Nasabah bermasalah.
4. Persaingan tidak Islami antar BMT.
5. pengarahan pengelola pada orientasi bisnis terlalu dominant sehingga mengikis sedikit rasa idealis.
6. Ketimpangan fungsi utama BMT, antara baitul mal dengan baitutamwil.
7. SDM kurang.
Ada beberapa strategi yang dapat digunakan dalam mengatasi problematika ekonomi yang ada di BMT saat ini :
1. OPtimalisasi SDM yang ada di BMT
2. Strategi pemasaran yang lebih meluas
3. Inovasi Produk sesuai kebutuhan masyarakat
4. pengembangan asset paradigmatic
5. Fungsi partner BMT harus digalakkan bukan menjadi lawan
6. Evaluasi Bersama BMT.
G. Memajukan BMT

Menurut Dr. M.Syafii Antonio MSc, permasalahan mendasar BMT di antaranya adalah minimalnya modal, SDM yang tidak memadahi, dan lemahnya sistem operasional.
Menyikapi itu, komunitas intern BMT juga memiliki agenda tersendiri untuk membenahi BMT. Seperti diungkapkan M. Amin Aziz, Direktur Utama Pinbuk, bahwa mereka kini sedang menyiapkan arsitektur BMT Indonesia, suatu perangkat yang diharapkan dapat menjadi panduan pengembangan BMT di masa mendatang. Arsitektur BMT nantinya terdiri dari enam pilar utama, yaitu program perkuatan struktur nasional BMT, program peningkatan kualitas pengaturan BMT, program peningkatan fungsi pengawasan BMT, program peninkgatan kualitas manajemen dan operasional BMT, program pengembangan infrastruktur BMT, serta program perlindungan nasabah BMT.

Sedangankan Syafii Antonio sendiri mempunyai tujuh konsep untuk memajukan BMT, pertama, capital structure (struktur permodalan) yang memadai. Dalam arti, modal BMT harus diupayakan mendekati angkat Rp. 500 juta – Rp. 1 milyar. Kedua, human resources (sumber daya manusia) yang kompeten. Tenaga pelaksana BMT diharapkan minimal lulusan D3, mempunyai semangat mengembangkan dan kalau bisa sudah berpengalaman. Ketiga, minimum IT requirement (perlengkapan IT minimal). Suatu BMT diharapkan mempunyai perangkat komputer dan software pendukung akuntasinya. Keempat, minimum size business (terdiri dari minimal beberapa bisnis).

Jadi BMT harus mempunyai beberapa produk bisnis yang dapat diandalkan, jangan hanya satu jenis saja. Kelima, networking (jaringan). Jaringan BMT harus menjangkau pasar, masjid, juga tokoh ulama dan masyarakat. Keenam, coaching (pembinaan). Pembinaan terhadap nasabah harus rutin dilakukan. Ketujuh, risk management (manajemen resiko). Meskipun sederhana,BMT harus menerapkan manajemen resiko, yang terdiri beberapa unsur, seperti, manajemen strategi, operasional, kredit, pasar, likuiditas, legal, dan manajemen reputasi.(sharing)

Daftar Pustaka
Sudarsono, Heri. bank dan lembaga keuangan syariah, cet.II. Yogyakarta: Ekonisia, 2004,
Djazuli dan Janwari, Yadi. lembaga-lembaga Perekonomian Umat: Sebuah Pengenalan, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002
KOSINDO. Panduan Praktis Koperasi Syariah Indonesia
Azis, M. Amin Azis. Tata Cara Pendirian BMT. Jakarta: PKES Publishing, 2008
Suharto, Saat. Peranan Permodalan BMT dalam Pemberdayaan Sektor UMK. www.niriah.com
Pusat Inkubasi Usaha Kecil, “Sekilas Mengenal Lembaga Keuangan Mikroyang Mandiri dan Mengakar di Masyarakat” diakses pada tanggal 15 Juni 2009 dari http://www.pinbuk.com/media.php?module=detailberita&id=29
http://rac.uii.ac.id/server/document/Public/20080129100218tesis%20asli.doc
http://www.halalguide.info




Ditunggu komentar positifnya...

2 komentar:

  1. syukron buat artikelnya, tulisan Anda saya jadikan sbg rujukan tugas akhir...
    syukron jazilan,,,,,
    E-mail:MF4r1d@gmail.com

    BalasHapus